1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Pengembangan konsep 'Banyuwangi in Banyuwangi' untuk menyejahterakan pelaku seni

"Itu artinya kesenian dan produk-produk Banyuwangi berkembang di dalam Banyuwangi sendiri," kata Abdul Latif Bustami.

Abdul Latief sedang memberikan penjelasan kepada peserta diskusi. ©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Taufik | Selasa, 23 Januari 2018 11:40

Merdeka.com, Banyuwangi - Tim riset Universitas Negeri Jember (Unej) tengah mengembangkan Konsep 'Banyuwangi in Banyuwangi' untuk menyejahterakan masyarakat lokal. Mereka menyusun modul petunjuk pembuatan film dokumenter, pengembangan motif batik daerah, hingga penulisan narasi Seblang dan cerita rakyat.

Modul-modul itu ditargetkan selesai tahun ini, kemudian menjadi bahan pelatihan untuk masyarakat Banyuwangi sendiri. Tujuannya agar pegiat seni dan budaya Banyuwangi mampu mengeksplorasi kekayaan bukan benda mereka sendiri menjadi film, atau tulisan cerita yang bersifat komersial.

"Itu artinya kesenian dan produk-produk Banyuwangi berkembang di dalam Banyuwangi sendiri," kata Abdul Latif Bustami, anggota tim penilai penerima bantuan pemerintah infrastruktur fisik, ruang sarana kreatif dan teknologi informasi Bekraf, di Banyuwangi, Selasa (23/1).

Abdul Latif dan 12 orang dosen lainnya menginisiasi penulisan modul itu karena melihat banyak produk Banyuwangi yang justru menguntungkan investor luar daerah. Misalnya kue Bagiak buatan Banyuwangi, di rak-rak mal oleh-oleh di Denpasar, dituliskan khas Bali.

"Itu sah secara ekonomi. Tapi di Banyuwangi sendiri pasarnya sudah ada, saya penerbangan pulang-pergi selalu penuh penumpangnya, ini pasar," kata Abdul Latif lagi.

Maka itu tim riset ini berusaha meningkatkan sisi komersial pada pelaku seni, adat, dan tradisi Banyuwangi. Mereka berharap dengan itu kesejahteraan pelaku seni semakin meningkat.

Anggota tim riset lainnya, Maulana Surya Kusumah mengatakan pihaknya juga tengah menyusun naskah akademik perlindungan karya seni Banyuwangi. Naskah itu berisi perlindungan hak karya seniman Banyuwangi yang bersifat pribadi dan komunal, termasuk apa saja identitas kebudayaan suku Osing.

Maulana Surya mengatakan harus ada dukungan Pemerintah Daerah berupa aturan main, atau kebijakan pemerintah. Untuk itu naskah akademik yang mereka tulis, setelah selesai akan diajukan untuk menghasilkan Surat Keputusan (SK) Bupati, sehingga akan terus berlaku di masa kepemimpinan bupati-bupati berikutnya.

"Sehingga masyarakat bisa memiliki industri kreatif mereka sendiri, tanpa investor dari luar Banyuwangi," kata Maulana Surya.

Sementara itu Suhalik, seorang pemerhati budaya Banyuwangi mendukung upaya pembangunan industri kreatif dan proteksi karya seniman Banyuwangi. Namun dia mengingatkan bahwa ada beberapa adat sakral yang tidak bisa diubah karena memiliki pakem atau aturannya sendiri yang harus diikuti.

Misalnya Seblang, masalah waktu dan tempat yang sama sekali tidak boleh dirubah. Aturan tempat Tari Seblang asli harus dilakukan di atas tanah, yang berarti tidak bisa dibawa ke panggung komersial.

Untuk adat sakral yang tidak bisa masuk kategori industri seni seperti Seblang, Suhalik menyarankan agar pendukung-pendukung di lingkaran Seblang yang digiring masuk industri kreatif. Misalnya kuliner warga desa penggelar Seblang, Bakungan dan Olehsari, produksi gantungan kunci Seblang atau sisi lain yang bisa diangkat menjadi industri kreatif.

"Adat tidak semua sakral, nah yang menjadi keyakinan masyarakat setempat yang tidak bisa dirubah," kata Suhalik.

(MT/MT) Laporan: Ahmad Suudi
  1. Info Banyuwangi
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA