1. BANYUWANGI
  2. KULINER

Jamilah pedagang sego cawuk tertua di Banyuwangi

Aslinya sego janganan dikonsumsi di atas daun pisang yang dipincuk.

Sego cawuk khas Banyuwangi . ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Sabtu, 09 April 2016 19:35

Merdeka.com, Banyuwangi - Mbah Jamilah, sudah empat tahun ini pensiun jualan sego janganan, atau biasa disebut sego cawuk. Dia salah satu pedagang sego janganan di Temenggungan sejak era pendudukan Jepang.

Sejak remaja, Jamilah sudah jualan sego janganan. Dia baru pensiun jualan saat usianya sudah 80-an lebih. Setelah itu, lapak dagangannya dilanjutkan oleh anaknya, Bu Pipit sejak tahun 2012. Lokasi jualannya tetap sama, ada di depan kantor Kelurahan Temenggungan.

“Ibu berhenti jualan tahun 2012. Aku wis melu (sudah ikut) jualan sejak kecil. Sekarang aku yang melanjutkan jual sego janganan ini. Dari Ibu jualan samapai sekarang lokasinya ya di sini. Enggak pernah pindah. Nama asilnya itu sego janganan kalau di sini” terang Pipit (46) kepada Merdeka Banyuwangi, Jumat (8/4).

Tidak lama kemudian, Mbah Jamilah datang ke lapak sego janganannya dulu. Rambutnya sudah memutih, jalannya lambat dan sedikit membungkuk. Saat ditanya, Jamilah kadang ingat, kadang tidak. Sesekali Pipit, anaknya membantu menjelaskan.

“Pokoke sak durunge tahun 45, belum merdeka, aku wis dodolan (Pokoknya sebelum tahun 1945, saat belum merdeka, saya sudah jualan sego janganan,” tutur Jamilah. Saat ini, kata Pipit, usia Ibunya sudah 90 tahun lebih.

Jamilah penjual sego cawuk khas Banyuwangi
© 2016 merdeka.com/Mohammad Ulil Albab




“Sak iki (sekarang) usiane Ibu 90-an tahun lebih. Paling tua di sini (Temenggungan). Dia pernah cerita sudah jualan sejak remaja,” jelas Pipit.

Warga asli Using Banyuwangi ini, menjelaskan sego janganan mulanya tidak dikonsumsi di atas piring dan menggunakan sendok besi seperti saat ini. Aslinya sego janganan dikonsumsi di atas daun pisang yang dipincuk. Lantas cara mengkonsumsinya juga menggunakan sendok daun pisang yang dilipat.

“Kalau dulu pakai daun, dipincuk. Sendoknya pakai daun pisang juga. Nama sendoknya suru,” jelas Pipit.

Lapak sego janganan Bu Jamilah yang dilanjutkan anaknya ini, kata Pipit, merupakan yang pertama dan tertua di Temenggungan. Meski sebelum dijual, kuliner khas Banyuwangi ini sudah ada dan di konsumsi masyarakat Using.

Lapak sego janganan tertua tersebut, sudah menjadi sumber penghidupan bagi Jamilah dan Anaknya. Sampai Pipit bisa menyenyam pendidikan sampai tingkat SMA juga dari jualan sego janganan.

“Saya mulai dari kecil diajak buka ini wes. Ini jadi penghidupan mulai kecil, sampai bisa sekolah. Menghidupi saya ya jualan ini saja. Jadi sampai turun ke saya. Jualannya ya di sini, jadi Ibu mulai pertama jualan ya di sini. Enggak pindah-pindah,” jelas Pipit.

Jamilah sendiri juga melanjutkan, bahwa hanya maut yang hanya bisa memisahkannya dengan sego janganan. “Saben dino, isun dodolan sego janganan, mulai remaja. Engko lak wes teko waktune (umur) gak ono, yo tinggal,” tutur Jamilah.

Semua orang yang berkumpul di depan Kelurahan Temenggungan tersebut lantas langsung menyahuti, “semoga bisa terus diberi kesehatan dan umur panjang,".

Resep sego janganan yang milik keluarga Jamilah ini masih sesuai dari para pendahulunya. Pipit menjelaskan, di kuliner sego janganannya ada dua macam ciri khas. Ada bahan kacang panjang yang dipotong kecil-kecil. Kemudian jagung muda yang dibakar. Lainnya, sama seperti kuliner sego janganan yang dijual di tempat lain. Hanya saja kata Pipit, di luar, jarang ada bahan kacang panjangnya.
 
“Kalau yang lainnya macamnya cuma satu. Saya ada dua. Ada kacang panjang dan jagung. Kacang panjang, dipotong kecil-kecil diulek. Jagung dibakar, jangan gosong. Jagunge yang muda. Terus air pindang,” jelasnya. Soal bumbu Pipit menyebut banyak rempah-rempah yang dia gunakan. Ada kencur, bawang putih, wadung, laos, asem, garam, gula aren, gula pasir dan masih banyak lagi.  

Soal harga, Pipit menjual sat porsi sego janganan cukup dengan 6 ribu. Bila ingin lebih murah, pipit bisa memberi harga 5 ribu. “Kalau enam ribu telor pindangnya separo. Kalau lima ribu, telur pindangnya seper empat,” terangnya.
Sego janganan, kata Pipit sangat cocok untuk sarapan pagi. Sehingga dia hanya buka mulai dari pukul setengah enam pagi sampai 10 siang.

(FF/MUA)
  1. kuliner
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA