1. BANYUWANGI
  2. KULINER

Menengok dapur Maslikah, pembuat Petulo khas Ramadan

"Setiap Bulan Ramadan pesanan memang lebih banyak, bisa sampai 20 kilogram," kata Maslikah.

Maslikah dan pegawainya saat membuat adonan. ©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Minggu, 03 Juni 2018 17:13

Merdeka.com, Banyuwangi - Setiap Ramadan, Petulo jadi kuliner yang mudah ditemui di setiap sudut Kota Banyuwangi. Petulo jadi menu alternatif untuk berbuka puasa.

Kuliner tradisional ini diproduksi secara manual, salah satunya lewat ketekunan Maslikah (42), warga Kelurahan Singonegaran, Banyuwangi, yang sudah membuat petulo sejak 18 tahun lalu.

Selepas salat Subuh, aroma adonan petulo yang dicetak secara manual diletakkan satu per satu dalam selembar daun pisang. Dalam sehari di Bulan Ramadan, Maslikah bisa membuat hingga 2.100 biji petulo dengan bahan tepung beras 20 kilogram. Setiap bungkusnya, berisi tiga biji petulo dengan harga jual Rp 4000.

"Setiap Bulan Ramadan pesanan memang lebih banyak, bisa sampai 20 kilogram. Kalau di bulan lain paling rata-rata 5 kilo," kata Maslikah saat ditemui di dapurnya, Sabtu (1/6).

Sambil menuntaskan cetakan Petulo bersama 5 pekerjanya, Maslikah menyiapkan kuah kental dari gula merah dan santan kelapa sebagai pelengkap rasa, aroma segar terasa semakin harum setelah direbus di atas kompor.

"Bikin Petulo memang harus telaten. Dan yang penting jujur tidak pakai pengawet dan pemanis. Semua bahan alami, makanya bisa bertahan sampai sekarang," katanya.

Petulo buatan Maslikah telah menyuplai kebutuhan pedagang kuliner di Banyuwangi. Dia juga sering diminta membuat jajanan oleh instansi Pemkab Banyuwangi dan Polres setiap ada kegiatan.

"Alhamdulillah sudah banyak dipercaya. Kayak Festival Hadrah kemarin, saya yang bikin jajanannya," katanya.

Petulo terbuat dari bahan tepung beras, gula pasir, gula merah, santan kelapa dan daun pandan. Mulanya dia membuat tepung beras untuk kemudian dikukus hingga matang. Adonan tepung kemudian tinggal diberi pewarna alami untuk dicetak.

Petulo milik Maslikah, bisa bertahan selama 24 jam. Sesekali dia mendapat pesanan untuk dikirim ke Kota Malang dan Surabaya dengan penitipan jasa travel.

"Bisa bertahan 24 jam, karena ini fresh, jadi langsung jual. Pemasarannya hanya dari mulut ke mulut, pelanggan, tidak via online," ujarnya.

Usaha Maslikah berawal dari jualan keliling jual Petulo, jalan kaki dari rumah ke rumah pada tahun 2000. Jualan keliling ini dia jalani hingga 3 tahun ke depan. Harga jual Petulo per bungkus mulanya hanya Rp 700.

"Dulu hanya beli, yang buat sudah tua, karena dia nggak bikin saya diajari cara buatnya," ujar Maslikah.

Dari usaha kelilingnya, Maslikah sempat mengambil kredit motor dengan membayar menggunakan Petulo. "Mungkin kasihan sama saya, jualan keliling jalan, akhirnya bisa kredit bayarnya pakai jajan," katanya.

Maslikah mengambil motor Yamaha Jupiter pada tahun 2003 dengan harga sekitar Rp 12 juta. "Setiap hari saya kirim 25 bungkus, setara Rp 500 ribu per bulan," tuturnya.

Saat ini Maslikah sudah bisa merekrut lima pekerja dengan sistem paruh waktu. Tidak hanya Petulo, dia juga mulai membuat jajanan tradisional lain seperti aneka kue lebaran.

"Pegawai saya lima, kerjanya gantian, ada shift. Nanti sampai jam 2 siang, kalau rame bisa sampai jam 5 sore. Alhamdulillah bisa merekrut tetangga," katanya.

(MT/MUA)
  1. kuliner
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA