1. BANYUWANGI
  2. PROFIL

Ini sosok arsitek yang percaya diri sanggup bangun Bandara Banyuwangi

Reza melanjutkan, pembangunan terminal bandara ini sudah menyelesaikan tahap pertama (struktur) dan tahap kedua (arsitektur).

Reza Senjaya. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Sabtu, 06 Agustus 2016 12:05

Merdeka.com, Banyuwangi - Sebentar lagi Banyuwangi akan memiliki bandara ramah lingkungan dengan konsep green building. Terminal Bandara Blimbingsari yang didesain oleh Andra Martin ini sangat minim penggunaan Air Conditioner (AC). Pencahayaan ruang dan pendingin, cukup menggunakan kisi-kisi kayu ulin di setiap sisi ruang terminal bandara.

Konsep bangunan ramah lingkungan, dengan arsitektur khas Banyuwangi ini terbilang rumit. Reza Senjaya, Kontraktor dari PT Nindya Karya menjelaskan, dalam prosesnya butuh perlakuan khusus. Terutama untuk pemasangan cantilever yang memiliki panjang 8 meter.

"Dari segi struktur kita mengalami beberapa kendala. Salah satunya soal cantilever 8 meter itu. Jadi namanya di dunia kontraktor, satu bentang bangunan itu jarak antar kolomnya standarnya 4 meter. Tapi di Banyuwangi ini, satu kolom itu 8 meter, dan tidak ada kolom lagi. Jadi ada perlakuan khusus dalam pelaksanaannya. Salah satu tantangannya di situ," ujar Reza beberapa waktu lalu di Pantai Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi.

Reza melanjutkan, pembangunan terminal bandara ini sudah menyelesaikan tahap pertama (struktur) dan tahap kedua (arsitektur). Pada awal Agustus ini, dikabarkan Terminal Bandara Blimbingsari, Banyuwangi akan kembali dikerjakan untuk tahap ketiga (finishing) dan akan selesai pada November nanti.

Sebagai kontraktor, Pria kelahiran Tasikmalaya 7 November 1987 ini mengaku percaya diri bisa menyelesaikan pembangunan terminal bandara sesuai standar kelayakan. Rasa percaya diri Reza terbangun dari pengalamannya yang sudah bekerja di dunia teknik sipil selama 7 sampai 8 tahun.

Reza mulanya menyelesaikan studi D3 Jurusan Teknik Sipil di Politeknik Universitas Indonesia pada 2008. Setelah itu, dia bekerja di PT Perencana Jaya, sebagai konsultan perencana. Baru pada tahun 2011 sampai 2013, Reza melanjutkan studi S1 Teknik Sipil di Universitas Pancasila.

Di sela waktu kuliah, Reza sempat bekerja di perusahaan Jepang di Indonesia sebagai struktur enginer pada 2010-2013. Dari situlah Reza memiliki kepercayaan diri sebagai kontraktor untuk pembangunan Terminal Bandara Blimbingsari, Banyuwangi.

"Kenapa kelebihan saya, karena yang namanya kontraktor, pasti berhubungan dengan struktur, namanya struktur berhubungan dengan perhitungan. Beruntungnya saya pernah bekerja di konsultan perencana. Jadi lebih tahu banyak mengenai struktur. Jadi setelah di lapangan, jika ada salah satu struktur yang tidak meyakinkan saya bisa mengkaji ulang. Jadi bisa lebih percaya diri," tuturnya panjang lebar.

Sebagai kontraktor, Reza harus bertanggung jawa dalam proses pelaksanaan pembangunan. Dia mendapatkan desain dari konsultan perencanaan, yakni Andra Martin. Selanjutnya, apa yang tertuang di dalam dokumentasi kontrak, spesifikasi dan gambar, Reza harus mengerjakannya.

Untuk menyelesaikannya, Reza tidak asal memilih mandor dan tenaga kerja. Dia merekrut beberapa mandor dan tenaga kerja yang terampil sesuai tahapan pembangunan. "Pasti pilih tenaga kerja yang sudah terampil atau ahli. Gak bisa sembarangan milih. Salah struktur pasti resikonya nyawa orang," ujarnya.

Pada awal pengerjaan, Juli 2014, di tahap pertama Reza membutuhkan tenaga kerja ahli sampai 300 orang. Pembagiannya, ada 10 mandor yang memegang 20 sampai 30 tenaga kerja ahli. Jumlah yang cukup banyak ini memang dibutuhkan untuk pembangunan staruktur bangunan.

"Butuh banyak soalnya dalam struktur itu ada waktu yang tidak boleh melewati batas. Misalnya saat pengecoran. Dalam artian sudah tidak layak digunakan lagi. Bila digunakan, akan menurunkan kekuatan bangunan," tuturnya.

Selanjutnya, pada tahap kedua lebih ke arah arsitektur. Dibutuhkan lagi tenaga kerja ahli yang teliti dan detail untuk pemasangan keramik, kisi-kisi kayu ulin, memasang taman di lantai dua dan plafon. "Untuk kerja di tahap kedua ini kita sampai 250 orang tenaga kerja," ujarnya.

Pada tahap tiga yang dikabarkan dimulai pada awal Agustus ini, akan mengerjakan finising pemasangan kisi-kisi kayu ulin, penyelesaian lantai dua, pengerjaan struktur musala dan area parkir.

"Kalau tidak ada hambatan, kemungkinan awal Agustus sudah mulai kerja. Pekerjanya sama, seperti tahap dua. Butuh 250 pekerja untuk tahap tiga. Ini memang waktu penyelesaian lebih singkat. Yakni 150 hari. Jika dalam 250 tenaga kerja itu tidak memungkinkan, maka dari pihak kontraktor pasti akan menambah tenaga kerja guna mengejar waktu pelaksanaan 150 hari," paparnya.

Soal jam kerja, Reza menyesuaikan dengan budaya di Banyuwangi. Bila jam kerja umumnya mulai pukul 08.00-17.00 WIB, di Banyuwangi memulainya dari pukul 07.00 sampai 16.00 WIB.

"Yang saya alami di Banyuwangi beda banget. Itu justru masuk jam 7, sampai jam 12, istirahat satu jam, terus dimulai lagi jam satu sampai jam 4. Jadi dimulai lebih awal satu jam," tuturnya.

Reza sendiri, merasa bangga bisa menjadi bagian dari proses pembangunan di Banyuwangi. Sebuah kota di ujung pulau Jawa yang baru dia kenal punya banyak potensi.

"Kita cukup bangga, karena bisa jadi kontraktor yang berpartisipasi dalam pembangunan di Banyuwangi. Dulu sewaktu kuliah pernah ke sini, saat perjalanan ke Bali. Tapi belum tahu kalau yang saya lewati namanya Banyuwangi," tuturnya.

(MT/MUA)
  1. profil
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA