1. BANYUWANGI
  2. SENI DAN BUDAYA

Cerita tentang juragan laut dan sepasang Perahu Selerek Banyuwangi

Perbedaan mendasar keduanya ada pada ukuran. Perahu Selerek laki-laki lebih besar dibanding perempuan.

Perahu Selerek khas Banyuwangi. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Selasa, 09 Agustus 2016 19:07

Merdeka.com, Banyuwangi - Ada istilah unik untuk menyebut perahu nelayan di Pelabuhan Muncar, Banyuwangi, yakni Perahu Selerek. Perahu ini dibuat berpasangan, Perahu Selrek laki-laki dan perempuan. Sekilas, antara Perahu Selerek laki-laki dan perempuan terlihat memiliki motif sama atau kembar.

Perbedaan mendasar keduanya ada pada ukuran. Perahu Selerek laki-laki lebih besar dibanding perempuan. Selain ukuran, perahu selerek perempuan biasa kebagian membawa jaring ikan. Di bagian depannya, juga ada singgasana untuk Juragan Laut. Bentuknya macam-macam. Tapi yang pasti kursi singgasana tersebut ada di bagian atas dengan penyangga satu tiang kayu.

Sudjoto (66) sudah puluhan tahun menjadi juragan laut atau kapten perahu. Sejak 1980-an, dia sudah menempati singgasana juragan laut. Tugasnya hanya duduk, memberi instruksi kepada Anak Buah Kapal (ABK). "Tapi enggak semua orang bisa menjadi juragan laut," tutur Sudjoto kepada Merdeka Banyuwangi, Selasa (9/8).

Menurut dia, cara kerja juragan laut butuh keahlian khusus. Seperti bisa membaca arus air laut, navigasi dengan tanda-tanda bintang dan bulan, serta yang paling penting bisa melihat keberadaan ikan di kegelapan laut.

"Gelap malah enak, apalagi ada lampu. Dari atas kelihatan kalau ada ikan lemuru, tongkol, dan layang. Itu kelihatan. Kelihatan putih-putih dari atas," katanya.

Sekali berangkat melaut, dia melanjutkan, sepasang perahu ini butuh modal antara Rp 7 sampai 10 juta. Uang tersebut untuk membeli bahan bakar solar, es balok dan biaya perawatan.

Dalam sebulan, nelayan Muncar berangkat melaut selama 20 hari kerja. Biasanya untuk perbaikan jaring dan perahu selama bulan purnama. "Selama bulan terang, antara tanggal 10-17 Jawa, nelayan tidak melaut. Soalnya kalau terang enggak ada ikan. Seperti sekarang bulannya kan masih terang," tuturnya.

Satu pasangan perahu selerek, membutuhkan 45 sampai 50 orang pekerja. Semua ada pembagian tugasnya. Ada bagian menghidupkan mesin dan mengisi solar, bagian kemudi, menurunkan pelampung, pemberat dan penerang lampu. "Tapi kalau pas narik jaring semua turun. Semua harus ikut narik. Kecuali juragan laut," ujarnya.

Para nelayan biasanya mulai berangkat pukul 19.00 WIB. Pulangnya bisa sampai pagi atau subuh. Tergantung ikan yang didapat. Saat berangkat, perahu perempuan yang bawa jaring posisinya di depan. Baru mengikuti di belakangnya perahu laki-laki.

Saat juragan laut melihat ada ikan yang harus ditebar jaring, perahu laki-laki akan mengulur jaring dengan melingkar sepanjang rata-rata sampai 500 meter. Lampu dinyalakan, baru kemudian jaring ditarik bersama.

Perahu laki-laki dengan ukuran lebih besar sampai 20x5 meter ini bisa menampung hingga 40 ton ikan. "Tapi kalau penuh perahu perempuannya juga bisa muat sampai 30 ton," tuturnya.

Pembagian hasil buruan ikan

Menurut Sudjoto, sudah sebulan ini ikan di Muncar sangat sepi. Banyak nelayan yang istirahat melaut. "Sepi tidaknya ikan itu tergantung Tuhan. Semua yang mengatur Tuhan," ujarnya.

Soal pembagian hasil sendiri, juragan laut mendapatkan upah lima kali lipat dari ABK. Jumlahnya tergantung banyaknya ikan yang didapat. "Satu hari untuk ABK uang makannya Rp 25 ribu. Ceperan jual ikannya bisa sampai 100 ribu," tuturnya.

Pembagian hasil antara pemilik perahu dengan karyawan yakni masing-masing 50 persen. "50 persen untuk pemilik perahu, sisanya dibagikan ke karyawan," ujarnya.

Upaya nelayan Muncar agar diberi ikan melimpah yakni mengadakan selamatan petik laut, yang diselenggarakan setiap tanggal 15 Bulan Suro (Jawa).

"Tapi sudah sepuluh tahunan ini ikan semakin sepi. Enggak kayak dulu. Sekarang nelayan carinya sampai di Selat Bali, Pancer, bahkan perbatasan Jember," katanya.

Hingga saat ini, Pelabuhan Muncar merupakan yang terbesar kedua setelah Bagansiapiapi, Riau.

(MT/MUA)
  1. Seni dan Budaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA