1. BANYUWANGI
  2. SENI DAN BUDAYA

Menari di atas bebatuan sungai, ekspresi syukur dan menghargai air

"Ini merupakan koreografi lingkungan. Sungai sebagai sumber kehidupan, modal pertanian," kata Tebo.

Menari di atas sungai. ©2017 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Selasa, 07 Februari 2017 16:38

Merdeka.com, Banyuwangi - Ada pertunjukan unik yang ditampilkan saat pagelaran Makarya di Desa Sumberbulu, Kecamatan Songgon, Banyuwangi. Ada 5 penari saling berkolaborasi dengan 19 pemain pencak silat di atas bebatuan Sungai Badeng.

Mulanya, para penari dengan pakaian berwarna hijau naik di atas perahu rafting dan menghanyutkan diri sambil menari di iringi musik dari tepi sungai.

Setelah berada di dekat iringan musik seperti dawai, gendang, seruling dan karinding, kolaborasi musisi lokal dan mancanegara, para penari ini lantas turun ke aliran sungai sambil terus menari. Aroma dupa yang terselip di ikatan rambut penari membuat nilai sakralitas semakin kuat.

Para penari dan pencak silat harus konsentrasi agar tubuhnya tetap seimbang mengikuti arus air sungai. Sesekali, gerakan tari ini sambil mencelupkan kaki dan tangan ke sungai, lantas mencipratkan air. Ada pula yang menceburkan diri dan bangkit naik di atas bebatuan kembali.

Tebo Aumbara, koreografer asal Bali yang menciptakan ide menari, mengatakan semua dilakukan secara spontanitas. Hari pertama melakukan rekruitmen para penari dari warga sekitar, hari kedua dan ketiga latihan dan langsung tampil.

"Ini merupakan koreografi lingkungan. Sungai sebagai sumber kehidupan, modal pertanian. Membaca beberapa hal tersebut, dan dikonteskan dengan tari, silat dan musik. Dan sungai inilah panggungnya," ujar Tebo kepada Merdeka Banyuwangi, Minggu (5/2).

Karya seni yang menggambarkan wujud syukur terhadap air sungai ini diharapkan bisa terus dijaga bersama. Tari yang diberi nama "Tirta Bate" ini merupakan simbol kesucian air yang perlu dilestarikan kebersihannya.

Eli Apriliani, salah satu seniman tari Banyuwangi yang turut tampil bersama di Sungai Badeng, mengaku lebih sulit dibandingkan saat menari di atas panggung biasa.

"Sangat berbeda ketika biasa di panggung. Tingkat kesulitan lebih, karena berhadapan dengan arus dan batu yang licin, harus mengikuti tempo air, arus air. Tapi ketika dilakukan bersamaan, kesulitan bisa diatasi," kata Eli.

Sementara itu, Sudarmono, Ketua Panitia pagelaran Makarya, mengatakan penampilan tari dengan panggung sungai ini tidak dibayangkan sebelumnya. Semua inisiatif dari para tamu seniman lokal dan mancanegara yang sukarela datang.

"Awalnya enggak seberapa. Tapi ini luar biasa, bisa tampil dengan totalitas. Lewat pertunjukan ini kami berharap bisa saling menjaga sungai yang dulu debit airya besar sekarang kecil. Sekarang kami perlahan menanam dan merawat hutan," ujar Sudarmono yang juga pengelola wisata arung jeram ini.

Kegiatan yang digelar secara gotong royong bersama sembilan desa ini rencananya akan kembali diadakan pada tahun depan. "Karena banyak desa lain yang ingin mendukung. Karen tujuannya menjaga nilai kegotoroyongan dan merawat alam sini," ujarnya.

 

(MT/MUA)
  1. Seni dan Budaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA