"Komitmen pemerintah sendiri itu terkait perubahan UU dari 39 tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI ke Luar Negeri".
Merdeka.com, Banyuwangi - Kepala Staf Presiden Republik Indonesia, Jenderal (Purn) Moeldoko mengapresiasi kinerja Migrant Care yang telah membantu mengatasi berbagai persoalan tentang Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Apalagi, Migrant Care telah melebarkan sayap di setiap desa membentuk Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) sejumlah 38 di 8 Kabupaten dan 5 Provinsi di Indonesia.
"Saya mulai memahami apa itu desbumi. Saya baru tahu Desbumi. Tenaga kerja kita pahlawan devisa. Pertanyaannya apasih yang sudah kita berikan kepada mereka. Persoalan dalam dan luar negeri, saya menyampaikan apresiasi luar biasa atas berdirinya Migrant Care. Jadi inapirator," kata Moeldoko kepada Mantan TKI dan pengurus Desbumi di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Kabupaten Banyuwangi, Selasa (27/11).
Moeldoko menyebut, berbagai persoalan yang sering dihadapi TKI saat bekerja di luar negeri, seperti pemulangan, hukuman mati dan pemalsuan dokumen harus diatasi bersama tidak hanya oleh pemerintah. Persoalan tersebut, akhirnya bisa ditekan tidak hanya oleh pemerintah namun juga Civil Society Organization(CSO).
"Komitmen pemerintah sendiri itu terkait perubahan Undang-Undang dari 39 tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI ke Luar Negeri, menjadi pertauran 18 tahun 2017, tentang perlindungan pekerja migran, sehingga betul-betul memberi kepastian," jelasnya.
Selain itu, Migrant Care juga terbantu lembaga Petugas Desa Migran Produktif (Desmigratif) dibawah Kementerian Tenaga Kerja yang sudah berjumlah 300 di Indonesia. Komitmen yang dibangun, salah satunya menghapus praktik calo terhadap pengurusan dokumen dan persyaratan menjadi TKI, dari yang awalnya sulit dan mahal, menjadi mudah, murah serta kepastian.
"Komitmen itu ada beberapa hal, beri kepastian, mudah dan murah. Kalau dulu sulit, mahal, sehingga dimanfaatkan calo, hingga memilih lebih baik ilegal," kata dia.
Selain memberi perlindungan dari praktik pemalsuan dokumen hingga melindungi TKI, kelompok Migrant Care juga berupaya memberi edukasi parenting, berupa edukasi cara mengasuhan antara orang tua dan anak selama dipisahkan karena pekerjaan.
"Saya mendengar ada upaya baik untuk membantu keluarga, ada parenting, itu perannya luar biasa. Kalau di tentara, apa yang dilakukan komandan kalau tentaranya berangkat operasi, ada yang sampai tiga tahun, bawa malapetaka. Akhirnya kita rubah setahun, era saya delapan bulan. Kalau ditinggal terlalu lama kasian istri. Indonesia tenaga kerjanya sebagian besar perempuan, istri berangkat, kirim duit, ternyatabsuaminya sontoloyo.ini jangan sampai terjadi," jelasnya.
TIdak hanya itu, Moeldoko juga mendorong agar edukasi dibidang managemen dan kewirausahaan kepada TKI pasca kembali ke Indonesia bisa terus dilakukan.
"Harusnya tiga tahun kerja, pulang, sudah bisa menata kehidupan. Jangan pergi lagi," ujar.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo mengatakan, pihaknya berupaya memberikan layanan imigrasi yang aman untuk menekan kasus traficking. Desbumi memantau pelayanan ferivikasi dokumen di tingkat desa, seperti usia tenaga kerja yang harus sesuai ketentuan, persoalan kesehatan hingga upaya mencegah TKI berangkat ke negara TImur Tengah dan Saudi, yang masih dalam status moratorium.
"Di Banyuwangi bisa jadi contoh, ada mal pelayanan publik, ada LTSA (Layanan Terpadu Satu Atap) yang terintegrasi dengan mal pelayanan publik, dan di Banyuwangi sudah ada beberapa Desbumi. Sebagai salah satu bentuk kolaborasi antara masyarakat sipil dan pemerintah pemerintah juga dari pusat sampai desa," katanya.