1. BANYUWANGI
  2. SENI DAN BUDAYA

Mengungkap sebab budaya pernikahan di Bulan Syawwal

Karena budaya pernikahan di bulan Syawwal merupakan momentum kumpulnya keluarga saat hari raya Idul Fitri.

Rois Syuriah MWC NU Kecamatan Banyuwangi KH. Ahmad Shiddiq. ©2017 Merdeka.com Reporter : Farah Fuadona | Rabu, 12 Juli 2017 14:06

Merdeka.com, Banyuwangi - Ketika mendengar istilah pernikahan adalah suatu bagian dari sunnatur rosul. Ada dua tujuan dalam menjalin pernikahan. Pertama untuk menjaga pandangan dan kedua untuk menjaga kemaluan
Hal itu disampaikan oleh Rois Syuriah MWC NU Kecamatan Banyuwangi KH. Ahmad Shiddiq saat dimintai keterangan saat jumpa pers tentang pernikahan di tengah-tengah kesibukannya, Senin (9/7).

Disamping itu, pernikahan diperuntukkan guna melestarikan keturunan. "Oleh karenanyas saya katakan ketika seorang pemuda atau pemudi, ketika telah mumayyiz (dapat membedakan mana itu perintah serta larangan) dan memiliki penghasilan sendiri, menikahlah! Jika masih belum maka berpuasalah," kata pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwari, Kertosari.

Dalam pandangan Undang-Undang No 1 tahun 1974 seseorang laki-laki dianjurkan menikah saat berusia 19 tahun. Sedangkan perempuan berusia 16 tahun. Ketika di bawah kriteria di atas, maka dianjurkan untuk mengikuti sidang. "Hakikinya Undang-Undang tidak mengatur kriteria pendidikan. Bahwa seseorang harus menikah minimal pendidikan SMA atau baru lulus kuliah. Hanya saja saya katakan bagi laki-laki ketika sudah usia 25 tahun menikahlah. Karena kebanyakan mereka sudah matang, baik dalam sikap, fisik, mental, jiwa dan ekonomi," jelas kiai yang aktif di Kantor Urusan Agama Kecamatan Banyuwangi.

Mayoritas dalam bulan Syawwal dan Dzulhijjah kebanyakan masyarakat melaksanakan hajat pernikahan di bulan-bulan seperti ini. Selain bulan ini bulan yang penuh barkah, juga termasuk dalam bulan-bulan yang dimuliakan Allah.

"Secara tekstual hadist yang menganjurkan dalam bulan-bulan ini masih belum ada. Karena budaya pernikahan di bulan Syawwal dan Dzulhijjah merupakan momentum kumpulnya keluarga saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Setelah berkumpul dan saling bermaaf-maafan, baru kemudian dilangsungkan aqad nikah," ujar Gus Shiddiq.

Ia menambahkan, juga dalam momen bulan di atas masih suasana libur panjang. "Termasuk juga di bulan Rajab dan Sya'ban banyak juga masyarakat yang menggelar prosesi ngunduh mantu. Hingga saya tegaskan di sini bulan-bulan ini termasuk bulan-bulan yang dimuliakan Allah," kata Gus Shiddiq, sembari menjelaskan bulan Dzulqo'dah masyarakat lebih dikenal sebagai istilah bulan takepek (merupakan bulan yang sepi dari helatan pernikahan).

(FF/FF)
  1. Seni dan Budaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA